Mendagri Bolehkan Kepala Daerah Korupsi?

Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi bahwa kepala daerah boleh menerima komisi dari Bank Pembangunan Daerah (BPD), sangatlah kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi. Sehingga ICW akan mengadukan hal ini ke DPD (Sumber detik.com).

Menurut ICW, pernyataan mantan Gubernur Sumatera Barat tersebut rawan dan cenderung terkesan menghalalkan praktek korupsi yang berlangsung di daerah. Padahal berdasarkan Keppres No 10 Tahun 1986 tentang Muspida, hal tersebut tidak diperbolehkan. Apalagi kepala daerah maupun Muspida juga sudah mendapatkan gaji secara otomatis dari negara.

Di dasarkan pada apakah pernyataan seorang Menteri Dalam Negeri ini? Sehingga dia memperbolehkan para kepala daerah menerima fee dari Bank Pembangunan Daerah (BPD). Apakah dia menganggap bahwa seorang kepala daerah tersebut sebagai nasabah terbesar dari BPD yang sekaligus sebagai komisaris dari BPD sehingga sudah sewajarnya kepala daerah bisa menerima fee dari BPD.
Kalau jalan pikiran dan landasan berpikirnya seperti di atas, alangkah konyolnya, karena seorang kepala daerah sebagai nasabah terbesar dari BPD dan sekaligus sebagai komisaris dari BPD tersebut bukan mewakili pribadi kepala daerah, namun dia bertindak atas nama kepala daerah yang otomatis juga mewakili rakyat. Jadi karena ini atas nama kepala daerah, maka fee yang diberikan oleh BPD juga harus masuk sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan, bukan sebagai pendapatan kepala daerah.
Sebelum kita cari dasar hukunnya pemberian fee dari BPD tersebut, mari kita cari tahu apa sebenarnya tujuan utama dari pemberian fee itu sendiri. BPD memberikan fee kepada kepala daerah-kepala daerah tentunya bertujuan agar BPD tersebut tetap dijadikan sebagai bank yang menyimpan dan menerima keuangan daerah yang bersangkutan dan tidak berindah ke lain bank, walaupun ada keuntungan yang lebih besar jika keuangan daerah disimpan di bank non BPD, misalnya dengan bunga yang lebih tinggi ataupun lainnya.
Dari tujuan dibalik pengucuran fee ini, maka kita beberkan dan bahas daasar hukum – dasar hukum atas status dari pemberian fee ini.
1.Menyuap pegawai negeri adalah korupsi.
a.Setiap orang yang memberi atau menjanjikan seseuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001).

b.Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat sesuatu atau tidak berbuat dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001)

2.Pegawai negeri menerima suap adalah korupsi
a.Bagi pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, atau UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001, dipidana dengan pidana yang sama.

b.Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001).

c.Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 nhuruf b UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001).

3.Memberikan hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya adalah korupsi
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001).

4.Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya adalah korupsi
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatan (Pasal 11 huruf b UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001).
Dari uraian-urain di atas, sudah jelas bahwa menerima dan memberi fee kepada seorang kepala daerah karena jabatannya, maka itu tergolong korupsi. Untuk statemen Mendagri yang membenarkan seorang kepala daerah menerima fee dari BPD sama artinya membenarkan seorang kepala daerah melakukan korupsi. Sungguh ironis sekali bukan!!! (AM, 3 February 2020).

,

  1. Tinggalkan komentar

Tinggalkan komentar